OPINI - Begitu banyak badai yang ditempuh Joko Widodo (Jokowi) demi ambisi kekuasaan kepemimpinan Negara Belasan Ribu Pulau yang membentang di garis Khatulistiwa, Indonesia.
Jokowi diklaim ikut cawe-cawe dan turut serta dalam menentukan para calon kandidat penerusnya dalam memimpin Negeri yang memiliki luas 1.904.569 km⊃2; (Sumber: Wikipedia), setelah isu penambahan maa jabatan presiden yang digaungkan gagal total, hingga Dia dinilai sebagai sosok yang tak mencerminkan sikap kenegarawanannya setelah memimpin Indonesia hampir 10 tahun.
Bahkan Partai yang berjasa membesarkan namanya dari jabatan Wali Kota Solo, kemudian dipungut dan dibawa ke Ibukota hingga sampai pada puncak karier politiknya sebagai presiden 2 periode pun anak dan menantunya juga menduduki kursi orang nomor 1 di Kotanya masing-masing, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ditinggalkan secara perlahan dan satu-per satu, yang disinyalir karena tidak sejalam dengan ambisi pribadinya.
Dan kini anak lelaki bungsu sang presiden Kaesang Pengarep itu pun memimpin satu partai baru PSI (Partai Solidritas Indonesia) sebagai Ketua Umum meski dalam kondisi baru bergabung.
Berbagai upaya penolakan dari beberapa BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) di Indonesia pun tak digubris selayaknya dianggap angin lalu dan tetap upaya mendudukan sang putera mahkota di Kursi RI 2 berjalan mulus.
Tak hanya itu, bahkan badai yang juga berujung dengan mengorbankn sang Paman Anwar Usman hingga dilakukan pemecatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang diketuk palu oleh MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa, 7 November 2023, yang meloloskan Giban menjadi Cawapres meski belum cukup usia itu akhirnya tak sia-sia dan nyaris berbuah manis.
Baca juga:
Tony Rosyid: Capres Beli Ustadz
|
Disigi (dilihat) dari hasil Pemilihan Umum Negeri kaya raya yang menyimpan berbagai hasil bumi yang berharga dan tanah subur namun dengan sebagian besar rakyatnya justru hidup di taraf menengah kebawah itu, berdasarkan Quick Count yang diakses dari Website Resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 26 Februari 2024, menempatkan posisi Sang Putera Mahkota Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang disanding dengan Prabowo Subianto sebagai orang nomor satu, menempatkan pososinya di puncak, bahkan meleewati angka 50 persen.
Memang belum final, tapi dari hasil pemilihan yang dilaksanakan dalam Pemilu setrentak 14 Februari lalu, yang ditampilkan di situs resmi KPU https://pemilu2024.kpu.go.id/ memberikan harapan besar bagi pasangan sosok mantan pecatan TNI akibat dugaan pelanggaran HAM berat pada puluhan tahun lalu dan sosok anak muda yang kerap dibully di media social dengan olokan ‘Belimbing Sayur’, yang tak lain adalah anak sulung Presiden Jokowi itu untuk memegang tampuk kekuasaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 6A ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945, penetapan presiden dan wakil presiden memerlukan perolehan suara lebih dari 50 persen dari total suara, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Jika hal itu terpenuhi, tentu pasangan calon presiden dan wakil pressiden Prabowo Gibran ini melenggang ke Istana dalam 1 putaran Pilpres (Pemilihan Presiden) tahun ini.
Apakah ini makna dari pernyataan menantang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada orang yang menjadi tim Ganjar-Mahfud Md, Andi Widjajanto, yang sesumbar menyatakan bahwa ‘Kalian Hebat Jika Bisa kalahkan Saya’, meski telah ditepis oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno (Amel)